MAKALAH HADITS MUTAWATIR DAN AHAD


MAKALAH
HADIS MUTAWATIR DAN AHAD
 Mata kuliah Al-Hadits
Dosen Pengampu Sibawaihi, M.AG




Disusun Oleh:
         
1.     Muhammad Abdul Rohman (124700  )
2.     Hanif
3.     Eva Zatul Azizah (124700  )
4.     Imro’atul Karimah (12470059)


Jurusan Kependidikan Islam
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
2012/2013

BAB I
PENDAHULUAN

Hadits merupakan segala perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad SAW, yang dijadikan sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an. Hadits yang dapat dijadikan pegangan adalah hadits yang dapat diyakini kebenarannya. Untuk mendapatkan hadits tersebut tidaklah mudah karena hadits yang ada sangatlah banyak dan sumbernya pun berasal dari berbagai kalangan.
Penentuan suatu hadits dapat dilihat dari kualitas dan kuantitas perawinya ini dilakukan para ulama untuk mengetahui akurat atau tidaknya sanad yang ada pada hadits tersebut dan sebagai upaya mempertimbangkan  shahih tidaknya suatu hadits.

Pembagian hadits dilihat dari sudut kuantitas atau jumlah rawinya dibagi menjadi dua yaitu Hadits Mutawattir dan Hadits Ahad. Hadits Mutawattir dibagi lagi menjadi tiga yaitu, Mutawatir Lafzhi, Mutawatir Ma’nawi, dan Mutawatir ‘Amali.Hadits Ahad pun juga dibagi menjadi tiga yakni, Masyhur, Aziz dan Garib.

Hadits Mutawatir diriwayatkan oleh banyak orang, Hadits Ahad juga diriwayatkan oleh orang banyak tetapi berada di bawah kuantitas Hadits Mutawatir. Maka dari itu perlu adanya pembahasan untuk mengetahui lebih jelasnya tentang pengertian Hadits Mutawatir dan Ahad, serta pembagiannya.
























BAB II
PEMBAHASAN

A. HADITS MUTAWATIR

1.  Pengertian Hadits Mutawatir
Dari segi bahasa Mutawatir, adalah isim fa’il musytaq dari kata At-tawatur artinya At-tatabu’ mutatabi yang berarti yang  berturut-turut.[1] Sedangkan secara istilah hadits mutawatir adalah hadist yang diriwayatkan oleh  banyak orang dan diterima dari banyak orang pula, dan mustahil bagi mereka bersepakat untuk  berdusta.[2]
Jadi hadits Mutawatir  ialah hadist yang diriwayatkan dengan banyak sanad yang berlainan rawi-rawinya serta mustahil mereka itu dapat berkumpul jadi satu untuk berdusta mengadakan hadist itu.
2.  Syarat-Syarat  Hadits Mutawatir
Suatu hadits sudah bisa dikatakan Mutawatir apabila telah memenuhi  empat syarat yaitu:
ü Diriwayatkan oleh banyak perawi
Beberapa ulama berbeda pendapat tentang jumlah minimal perawinya. Abu Ath-Thayib mengatakan jumlah perawinya adalah empat orang, Ashhab Asy-Syafi’i  sendiri menyatakan lima orang, bahkan ada ulama yang menyatakan mencapai dua puluh atau empat puluh orang.[3] Dengan demikian jumlah perawinya tidak ada batasan tertentu.
ü Adanya keyakinan bahwa mereka tidak mungkin sepakat untuk berdusta
ü Adanya keseimbangan jumlah antara para rawi dalam tiap thabaqah
ü Sandaran beritanya adalah pancaindra
Bahwa berita yang disampaikan harus berdasarkan hasil penglihatan, pendengaran, penciuman, dan sentuhan sendiri. [4] bila berdasarkan hasil pemikiran suatu peristiwa tidak bisa dikatakan hadits Mutawatir.




3.  Pembagian Hadits Mutawatir
Dalam pembagian hadits Mutawatir, beberapa ulama pun juga berbeda pendapat ada yang membaginya menjadi dua bagian yaitu Mutawatir Lafzhi dan Mutawatir Ma’nawi. Ada juga yang membagi menjadi tiga bagian yaitu Mutawatir Lafzhi, Ma’nawi, dan ‘Amali. Disini pemakalah akan menjelaskan ketiganya.

a)             Mutawatir Lafzhi
Ialah hadits yang diriwayatkan oleh banyak perawi sejak awal sampai akhir sanadnya, dengan memakai lafazh yang sama.[5] Yakni hadits yang sama bunyi lafazh dan maknanya.[6]
Contoh hadits Mutawatir Lafzhi:
b)      من كذب علي متعمدافليتبوأمقعده من النار
Rasulullah SAW, bersabda: “Siapa yang sengaja berdusta terhadapku, maka hendaklah dia menyiapkan tempat duduknya di neraka” (Hadist Riwayat Bukhari).
Hadits tersebut diriwayatkan oleh banyak sahabat, ada yang mengatakan bahwa hadits tersebut diriwayatkan 40 orang sahabat dan ada pula yang mengatakan hadits tersebut diriwayatkan 62 sahabat.
b)             Mutawatir Ma’nawi
Mutawatir Ma’nawi ialah hadits yang lafaznya dan maknanya berlainan antara satu riwayat dan riwayat lainnya, tetapi terdapat penyesuaian makna secara umum.
Contohnya yaitu:
“Nabi SAW tidak mengangkat kedua tangannya dalam doa-doa Beliau, kecuali dalam shalat istiqa, dan Beliau mengangkat tangannya hingga nampak putih-putih kedua ketiaknya.” (H.R. Bukhari)
Hadits yang semakna dengan hadits diatas sangat banyak,
c)             Mutawatir ‘Amali
Adalah hadist mutawatir yang menyangkut perbuatan Rasulullah SAW, yang disaksikan dan ditiru tanpa perbedaan oleh orang banyak, untuk kemudian juga dicontoh dan diperbuat tanpa perbedaan oleh orang banyak pada generasi-generasi berikutnya.
Contoh hadits Mutawatir ‘Amali antara  berita-berita yang menerangkan waktu dan rakaat shalat, shalat jenazah, shalat  ied dan segala amal yang telah menjadi kesepakatan, ijma’.[7]


4.  Faedah Hadits Mutawatir
Hadits Mutawatir memberikan faedah ilmu dharuri, yaitu suatu keharusan untuk menerima dan mengamalkannya.  Apabila telah meyakini kemutawatiran suatu hadits, wajib baginya untuk mempercayai dan mengamalkan sesuai isinya.[8]


5.  Kitab-Kitab Hadits Mutawatir
Bebrapa hadits-hadits Mutawatir telah dikumpulkan dalam sebuah kitab tersendiri diantaranya:
v  Al-Azhar Al-Mutanatsirah fi Al-Akhbar Al-Mutawatirah, karya As-Suyuthi
v  Qathf Al-Azhar, karya As-Suyuthi, ringkasan dari kitab diatas
v  Al-La’ali’ Al-Mutanatsirah min Al-HaditsAl-Mutawatirah, karya Abu Abdillah Muhammad bin Thulun Ad-Dimsyaqi
v  Nazhm Al-Mutanatsirah min Al-Hadits Al-Mutawatirah, karya Muhammad bin Ja’far Al-Kattani.

B.   HADITS AHAD

1.       Pengertian Hadits Ahad
Secara bahasa ahad berasal dari kata wahid yang artinya satu. Secara istilah hadits Ahad adalah hadits yang jumlah perawinya tidak  sampai pada jumlah hadits mutawatir[9].

Jadi Hadits Ahad adalah hadits yang jumlah rawinya tidak sampai pada jumlah mutawatir, tidak memenuhi syarat mutawatir, dan tidak pula sampai pada derajat mutawatir.



2.       Klasifikasi Hadits  Ahad

Hadits Ahad dibagi menjadi tiga yaitu masyhur, ‘aziz, dan gharib.

1)        Hadits Masyhur

a)    Pengertian Hadits Masyhur
Secara bahasa Masyhur berasal dari kata syahara, yasyharu yaitu sesuatu yang sudah terkenal, sudah populer.  Adapun secara istilah hadits Masyhur adalah hadits yang diriwayatkan  lebih dari tiga orang pada setiap thabaqah, tetapi tidak mencapai derajat Mutawatir.[10]

b)   Klasifikasi Hadits Masyhur
v  Berdasarkan ketenaran pada suatu kaum atau masyarakat, hadits Masyhur terbagi atas:
-            Masyhur dikalangan para muhaditsin dan lainnya ( ulama ahli ilmu dan orang umum)
Contonya:
المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده
Artinya: Seorang muslim adalah orang yang menyelamatkan sesama orang muslim dari gangguan lisan dan tangannya (HR. Muttafaq ‘alaih)

-            Masyhur dikalangan ahli-ahli ilmu tertentu, misalnya masyhur dikalangan ahli hadits saja, ahli fiqih saja dan sebagainya.
Contoh hadits yang masyhur hanya dikalangan ahli fiqih saja:
Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talaq

-            Masyhur dikalangan masyarakat umum.

v  Berdasarkan kualitasnya, hadits Masyhur dibedakan menjadi:
-            Hadits Masyhur yang Shahih
-            Hadits Masyhur yang Hasan
-            Hadits Masyhur yang Dha’if

c). Kitab-kitab yang memuat hadits Masyhur
Kitab-kitab yang berisi tentang hadits Masyhur antara lain:
-             Kasyf al-Khifa wa Mazi’l al-Ilbas karangan Ismail bin Muhammad al-‘Ajaluni (1162 H)
-            Al-Maqasid al-Hasanah fi bayani katsir min al-Ahadits al-Musytaharah ‘ala al-Alsinah oleh Syams ad-Din Abu al-Khair Muhammad bin Abd ar-Rahman as-Sakhawi (902 H)
-            Tamyiz ath-Thayib min al-Khabits fima Yaduru ‘ala Alsinah an-Nas min al-Hadits oleh Ibn ad-Daiba’ asy-Syaibani[11]



2)         Hadits Aziz

a)    Pengertian Hadits Aziz
Aziz berasal dari kata ‘azza, ya ‘izzu yang berarti kuat, atau juga Syarif (mulia). Berarti secara bahasa hadits Aziz adalah hadits yang kuat, hadits yang mulia. Secara terminologis adalah hadits yang diriwayatkan oleh sedikitnya dua orang perawi, diterima dari dua orang pula.[12]

b)   Klasifikasi Hadits Aziz
Sebagaimana hadits Masyhur hadit Aziz pun juga ada yang sahih, hasan, dan dha’if. Pembagian ini tergantung kepada terpenuhi atau tidaknya syarat yang berkaitan dengan kualitas ketiga kategori tersebut. Ke-azizan zuatu hadits tidak identik dengan sahih tidaknya hadits.[13]

3)        Hadits Gharib

a)    Pengertian Hadits Gharib
Kata Gharib dari garaba, yagrubu yang berarti menyendiri atau ba’id an wathanih (jauh dari tanah air). Sedangakan secara istilah hadits Gharib adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang sanad saja dengan tidak dipersoalkan dalam tabaqat mana sajanya.

b)   Klasifikasi Hadits Gharib
Hadits Gharib dibagi dalam dua macam yaitu berdasar penyendirian perawinya dan dilihat berdasar kaitannya antara penyendirian pada sanad dan matan.




v  Hadits Gharib berdasar penyendirian perawinya:
-            Hadits Gharib Muthlaq
Yaitu hadits yang rawinya menyendiri dalam meriwayatkan hadits itu, tidak ada orang lain yang meriwayatkan hadits tersebut.
Contoh hadits Garib Muthlaq:
“Kekerabatan dengan jalan memerdekakan, sama dengan kekerabatan dengan nasab, tidak boleh dijual dan dihibahkan.”
Hadits ini hanya diriwayatkan oleh Abdullah bin Dinar.

-            Hadits Gharib Nisbi
Adalah apabila penyendirian itu mengenai sifat-sifat atau keadaan tertentu seorang perawi. Penyendirian ini bisa pada sifat ke-‘adil-an dan ke-dhabhit-annya, pada kota atau tempat tinggal tertentu.

v  Hadits Gharib dilihat dari sudut Keghariban Sanad dan Matannya
-             Gharib pada Sanad dan Matannya
Yaitu hadits Gharib yang hanya diriwayatkan oleh satu silsilah sanad, dengan satu matan haditsnya.

-            Gharib pada Sanad saja
Ialah hadits yang populer dan diriwayatkan banyak sahabat, tetapi ada seorang rawi yang meriwayatkan dari sahabat lain yang tidak populer.

c)    Kitab Yang Memuat Hadits Gharib
Gharib Malik dan al-Afrad karya ad-daruqutni, dan as-Sunan allati tafarada bi kulli Sunnah minha Ahl Baldah karya Abu Daud as-Sijistani.













BAB III
PENUTUP
A.        KESIMPULAN
Dari pembahasan pada bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa:
Dari segi kuantitasnya hadits dibedakan menjadi dua yaitu Hadits Mutawatir dan Ahad. Keduanya sama-sama diriwayatkan oleh banyak orang, tetapi Hadits Ahad tidak sampai pada derajat Hadits Mutawatir.
Ø Hadist mutawatir adalah hadist yang diriwayatkan oleh banyak rawi baik dari thabaqat pertama (sahabat) sampai kepada thabaqat yang terakhir (thabi’at thabi’un). periwayatannya, hadist mutawatir dapat dibagi menjadi dua bagian yakni:
1.      Hadist mutawatir lafdzi yaitu hadist yang apabila dilihat dari sisi susunan kalimat dan maknanya memiliki kesamaan antara satu periwayatan dengan periwayatan lainnya.
2.      Hadist mutawatir ma’nawi adalah hadist yang rawi-rawinya berlainan dalam susunan redaksinya, tetapi di antara perbedaan itu, masih menyisakan persamaan dan persesuaian yakni pada prinsipnya. Mutawatir ‘Amali
3.    Hadits Mutawatir ‘Amali adalah hadist mutawatir yang menyangkut perbuatan Rasulullah SAW, yang disaksikan dan ditiru tanpa perbedaan oleh orang banyak
Ø Hadist Ahad  yakni hadist yang dilihat dari sisi penutur dan perawinya tidak mencapai tingkat mutawatir.  Dalam hadist ahad dikenal dengan istilah hadist masyhur, hadist aziz, dan hadist gharib.
1.      Hadist masyhur adalah hadist yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih perawi hadist tetapi belum mencapai tingkat mutawatir.
2.      Hadist aziz adalah hadist yang diriwayatkan oleh dua orang walaupun jumlah dimaksud hanya terdapat dalam satu thabaqat., kemudian setelah itu orang-orang meriwayatkannya.
3.      Hadist gharib adalah hadist yang dalam sanadnya hanya terdapat seorang perawi hadist.

.

























DAFTAR PUSTAKA

Ranuwijaya, Utang. Ilmu Hadits. Gaya Media Pratama, Jakarta. 1996
Solahudin, M dan Agus Suyadi. Ulumul Hadits. Cv Pustaka setia, Bandung. 2009
Muhsin, Imam dkk. Al-Hadits. Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. 2005


[1] Mahmud Ath-Thahhan. Taisir Musthahalah Al-Hadits. T.t hlm.19.
[2] Ibid., 18
[3] Soetari. Op.cit. hlm.80
[4] Muhammad bin Alwi al-Maliki, al-Manhal al-Lathif fi Ushul al-Hadits asy-Syarif, Sihr, t.t.hlm.101-102
[5] Muhammad ash-Shabbag. Op.cit. hlm.166
[6] Soetrari. Op.cit. hlm.121
[7] Ibid.
[8] Ibn Taimimah. Op.cit. hlm.51
[9] Subkhi al-Salih, 141
[10] Ath-Thahhan. Op.cit.hlm.22
[11] Mahmud ath-Thahhan. Op.cit. hlm.25
[12] Ibn Hajar al-Asqalani, Nuhbah al-Fikr. op.cit hlm.32
[13] Soetari, op.cit hlm.127

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Model Pertumbuhan Organisasi Greiner

makalah sejarah penghimpunan Al-Qur'an