makalah sejarah penghimpunan Al-Qur'an
MAKALAH SEJARAH PENGHIMPUNAN AL-QUR’AN
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Al-Qur’an
Dosen Pengampu Drs. H. Suismanto
Disusun
oleh:
1. Agus
Miftahillah (124700 )
2. Zulkifli
Syauqi Tantowi (124700 )
3. Najjanudin ( )
4. Imro’atul
Karimah (12470059)
Prodi
Kependidikan Islam
Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan
UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta
2012
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrokhim
puja dan puji syukur marilah senantiasa kita limpahkan kepada Allah SWT karena
hanya dengan hidayah dan inayah-Nya kita masih diberi kesehatan dan kesempatan,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Berikut ini, penulis persembahkan
sebuah makalah yang berjudul “SEJARAH PENGHIMPUNAN AL-QUR’AN”.
Penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca semua, terutama
bagi penulis sendiri.
Kepada pembaca yang budiman, jika
terdapat kekurangan atau kekeliruan dalam makalah ini, penulis mohon maaf,
karena penulis sendiri dalam tahap belajar. Dengan demikian, tak lupa penulis
ucapkan terimakasih kepada para pembaca. Semoga Allah SWT memberkahi makalah
ini sehingga benar-benar bermanfaat.
Yogyakarta, Oktober 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang 1
2. Tujuan 1
BAB II PEMBAHASAN
1. Penghimpunan Al-Qur’an Pada Masa Nabi Muhammad SAW 2
2. Penghimpunan Al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar 3
3. Penghimpunan Al-Qur’an Pada Masa Usman 3
4. Penghimpunan Al-Qur’an Setelah Usman Sampai Sekarang 4
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan 5
2. Saran 5
DAFTAR PUSTAKA 6
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Al-Qur’an merupakan wahyu Allah
yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW untuk mengeluarkan manusia dari zaman gelap gulita menuju zaman
terang benderang. Yang berisi pentunjuk dan pedoman untuk mengatur kehidupan dunia
akhirat.
Al-Qur’an tidak
diturunkan dalam satu waktu sekaligus, melainkan secara berangsur-angsur dalam
masa yang relative panjang yakni sejak zaman Rasulullah SAW diangkat menjadi Rasul sampai menjelang
wafatnya.
Dalam konteks sejarah awal kaum
muslim, ayat-ayat Al-Qur’an masih terpisah dan berserakan. Ayat-ayat yang turun
selama masa kerasulan Muhammad SAW yang antara satu atau beberapa ayat dengan
ayat yang lain diselingi beberapa waktu tidaklah segera dikodifikasikan pada
masa itu. Tetapi, atas perintah Nabi, di samping menyuruh para
sahabat untuk menghafalkannya, ayat-ayat tersebut ditulis di atas
pelepah-pelepah kurma, batu-batu dan tulang-tulang unta.
Seandainya
Al-Qur’an pada masa itu tidak dibukukan, mungkin umat muslim sekarang tidak
akan pernah tahu bentuk fisik Al-Qur’an. Maka dari itu kita sebagai kaum
muslimin perlu mengetahui sejarah penghimpunan Al-Qur’an.
Dalam makalah ini
akan di gabarkan sejarah penghimpunan Al-Qur’an dari masa Nabi Muhammad SAW
sampai menjadi Al-Qur’an seperti yang sekarang kita punya.
B.
Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan
penulisan makalah ini adalah agar kita kaum muslimin dapat mengetahui sejarah
penghimpunan Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar, Usman bin Affan
hingga sekarang.
BAB II
PEMBAHASAN
Yang
dimaksud sejarah penghimpunan Al-Qur’an
adalah penghimpunan (jam’al Qur’an) dalam arti menghafalnya dalam hati
(bifzuhu) maupun dalam arti penulisan secara keseluruhan (kitabatuhu kullihi),
baik dengan memisah-misahkan ayat-ayat dan surah-surahnya, atau menertibkan
ayat-ayat semata dan setiap surah ditulis dalam satu lembaran secara terpisah,
ataupun menertibkan ayat-ayat dan surat-suratnya dalam lembaran-lembaran yang
terkumpul menghimpun semua surat. [1]
1.
Penghimpunan
Al-Qur’an Pada Masa Nabi Muhammad SAW
Periode pertama penghimpunan al-Qur’an terjadi pada masa
Rasulullah SAW. Pada periode setiap kali sebuah ayat turun langsung dihafal
dalam dada dan ditempatkan dalam hati karena Nabi Muhammad SAW dan umatnya
merupakan orang yang ummi.
Masa itu para sahabat terkenal memiliki daya ingat
yang kuat dan hafalan yang cepat. Sehingga pada
masa itu banyak sahabat yang hafal Al-Qur’an diantaranya keempat Khulafaur
Rasyidin, Abdullah bin Mas’ud, Salim Maula Abi Hudzaifah, Ubay bin Ka’ab, Muadz
bin Jabal, Zaid bin Tsabit, Abu Darda’, dan lainnya.
Ayat-ayat Al-Qur’an ketika itu tidak dihimpun dalam satu
mushaf, tetapi ditulis pada sarana yang mudah didapat seperti pelepah korma,
bata-bata tipis, lembaran dari kulit, pecahan batu dan sebagainya.
Tulisan-tulisan tersebut disimpan dirumah Nabi Muhammad SAW.
Rasulullah
mengangkat beberapa sahabat untuk menulis, agar setiap wahyu turun langsung
dapat ditulis dan bisa dijadikan dokumentasi. Mereka adalah Abu Bakar, Usman,
Umar, Ali, Muawiyah, Abban ibn Sa’id, Khalid ibn al-Walid, Ubay ibn Ka’ab, Zaid
bin Tsabit, Tsabit ibn Qais dan lain lain.
Faktor-faktor yang menyebabkan
Al-Qur’an belum dihimpun pada masa Nabi SAW yaitu:
-
Faktor-faktor
yang mendukung penulisan belum muncul
-
Nabi SAW
masih menunggu kemungkinan penaskhan beberapa ayat dari Allah SWT
-
Al-Qur’an
turunya bertahap
-
Urutan ayat
Ayat Al-Qur’an tidak sesuai dengan urutan turunnya.
Sedangkan faktor yang mendorong penulisan Al-Quran pada
masa Nabi adalah :
1. Mem-back up hafalan yang telah
dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya,
2. Mempresentasikan wahyu dengan
cara yang paling sempurna, karena bertolak dari hafalan para sahabat saja tidak
cukup karena terkadang mereka lupa atau sebagian dari mereka sudah wafat.
Adapun tulisan akan tetap tepelihara walaupun pada masa Nabi, Al-Quran tidak
ditulis di tempat tertentu.
2.
Penghimpunan Al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar
Periode kedua proses penghimpunan Al-Quran terjadi pada
masa Khalifah Abu Bakar.pada masa itu banyak terjadi peperangan dan menyebabkan
banyak sahabat yang hafal Al-Qur’an meninggal di medan perang.
Karena banyaknya Hafidz dan Qari’ yang meninggal, Umar
khawatir Al-Qur’an akan terbengkalai sehingga Umar pun menyuruh Abu Bakar untuk
menghimpun al-Qur’an. Mulanya Abu Bakar ragu, dengan cara tersebut akan tetapi
setelah bermusyawarah akhirnya Abu Bakar menyetujuinya. Abu Bakar mengutus Zaid bin Tsabit untuk mengunpulkan
Al-Qur’an, karena Zaid merupakan penghafal Al-Qur’an dan penulis wahyu
Rasulullah, Ia juga cerdas , jujur, dan sangat teguh memegang prinsip agama.
Dalam menghimpun
Al-Qur’an Zaid sangat teliti dan hati-hati, Ia menggunakan hafalannya sendiri
dan hafalan para sahabat serta tulisannya yang pernah ditulis dihadapan Nabi
SAW. Kemudian ayat-ayat Al-Qur’an yang telah selesai dihimpun diserahkan kepada
Abu Bakar.
3.
Penghimpunan Al-Qur’an Pada Masa Usman
Periode ini terjadi
pada masa khalifah Utsman bin Affan, akhir tahun 24 H dan awal tahun 25 H. Pada
masa itu kawasan Islam semakin luas dan terpencar di berbagai daerah
faktor-faktor inilah yang mengharuskan pengkajian terhadap Al-Qur’an. Umat
telah jauh dari masa kerasulan. Masing-masing daerah mengambil qiro’at (bacaan)
dari sahabat yang terkenal dikalangan mereka, sehingga terjadi perbedaan
wajah-wajah qiro’at diantara mereka yang memungkinkan terjadinya pertikaian dan
perpecahan diantara mereka.
Melihat hal
tersebut khalifah Utsman segera mengumpulkan para pakar untuk menghindari
terjadinya pertikaian, mereka sepakat untuk menyalin beberapa mushaf untuk
dikirim ke daerah-daerah dan memerintahkan agar mushaf yang lain dimusnahkan
dan hanya bertumpu pada satu mushaf.
Untuk menyalin
Al-Qur’an ia memerintahkan kepada empat sahabat pilihan yaitu, Zaid bin Tsabit, Abdullah Ibn Zubair, Zaid ibn
al-Ash, dan Abdurahman ibn Harist ibn Hisyam. Zaid bin Tsabit
merupakan orang Anshar, sedangkan yang lainnya dari kaum Quraisy. Utsman
mengirim utusan untuk menemui Umm al Mukminin, Hafsah binti Umar. Kemudian
Hafsah mengirimkan seluruh lembaran Al-Qur’an yang ada padanya kepada Utsman,
yang merupakan kumpulan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar ra. Utsman menekankan
kepada mereka bertiga yang berasal dari kaum Quraisy: “Bila kamu bertiga dan
Zaid berbeda tentang sesuatu dari Al Qur’an, maka tulislah Al Qur’an dengan
bahasa kaum Quraisy, karena ia diturunkan dengan bahasa mereka”. Para
penghimpun tersebut melaksanakan penekanan Utsman tersebut.
Setelah mereka selesai menyalin
lembaran-lembaran tersebut ke dalam mushaf dan lembaran-lembaran itupun
dikembalikan lagi kepada Hafsah. Setiap bagian kawasan Islam ketika itu diberi
satu mushaf sebagai standar, dan memerintahkan selain mushaf standar tersebut
dimusnahkan, sebagai solusi meredam perselisihan.
Utsman bin Affan tidak melakukan pemusnahan
mushaf-mushaf ini berdasarkan kemauannya sendiri, melainkan setelah meminta
pertimbangan dari Ali bin Abi Thalib dan sahabat lainnya. Mereka membakar
mushaf dan menghapusnya dengan air dan menggunakan mushaf Usmani.
Mushaf Usmani memiliki beberapa keistimewaan,
yakni:
¨ Hanya memuat yang
mutawatir, bukan yang ahad
¨ Mengabaikan yang
dinasakh bacaannya dan yang telah tidak ada pada pemaparan bacaan yang terakhir
¨ Ada urutan ayat dan
surat
¨ Penulisannya menggunakan
cara-cara yang mencangkup wajah-wajah dialek (qiro’at) yang beragam, juga huruf-huruf terdiri atas
huruf saat Al-Qur’an diturunkan
¨ Terhindar dari segala
sesuatu yang tidak termasuk Al-Qur’an
Yang membedakan
antara kedua jenis pengimpunan periode dua dan tiga adalah:
a. Tujuan penghimpunan pada masa Abu Bakar
merangkul seluruh Al Qur’an dalam satu mushaf agar tidak ada yang hilang
sedikitpun, tapi tidak mengharuskan umat Islam atas satu mushaf, karena belum
tampak pengaruh perbedaan qiro-at yang bisa menimbulkan perpecahan.
b. Sementara tujuan penghimpunan Al Qur’an
pada masa Utsman adalah menyatukan Al Qur’an seluruhnya pada satu mushaf,
melihat kekhawatiran pertentangan qiro-at di kalangan umat Islam yang bisa
memecah-belah mereka.
Dengan
upaya Utsman bin Affan ini, tampak kemaslahatan umum kaum muslimin lebih
terealisir ketika mereka dapat bersatu di bawah satu kalimat, dan perpecahan
serta permusuhan dapat dielakkan.
4.
Al-Qur’an
Pada Masa Usman Sampai Sekarang
Setelah
masa Khalifah pemeliharaan Al-Qur’an terus disempurnakan dengan memberi syakal dan titik. Karena keadaan dan model
Mushaf Usmani saat itu masih dalam keadaan tidak bersyakal dan tidak bertitik,
yang dapat memungkinkan terjadinya perbedaan macam bacaan. Sehingga pada masa
Abdul Malik (65 H) mulai memikirkan untuk membuat tanda-tanda yang dapat
membantu bacaan dengan baik dangan benar.
Perbaikan
penulisan ini tidak terjadi sekaligus tetapi secara berangsur-angsur dan dari
generasi ke generasi dan mencapai puncaknya pada akhir abad ke 3 H. Abul Aswad
al-Duali, Yahya bin Ya’mar dan Nasr bin Ashim al Laitsi merupakan tokoh yang
terkenal sebagai orang yang pertama menggunakan titik dalam penulisan
Al-Qur’an.
Abul
Aswad terkenal sebagai orang yang pertama meletakkan kaidah bahasa Arab atas
perintah Ali bin Abi Thalib dan juga membuat tanda baca titik, karena Ia sendiri pernah
mendengar orang salah membaca ayat Al-Qur’an.
Abu
Abdurrahman seorang sastrawan dan pakar bahasa Arab menyusun titik-titik yang
kemudian digambar untuk menghias buku, dan membuat tanda baca hamzah, tsyadid,
raum, dan isyam ( isyarat bunyi suara harakat dengan merapatkan bibir). Dan
puncak kesempurnaan itu ditandai dengan upaya Abu Hatim Sajistani yang menulis buku
tentang tanda baca titik dan syakal.
Dalam
upaya penyempurnaan penulisan Al-Qur’an untuk memudahkan membaca (‘tajdid dan
‘bid’ah hasanah) terjadi perbedaan pendapat diantara para ulama. Ada yang
mengatakan bahwa upaya ‘tajdid merupakan bid’ah yang menyesatkan. Tetapi Imam
Malik menyatakan bahwa peletakan tanda baca tidak berlawanan dengan prinsip
kemurnian Al-Qur’an. al-Nawawi menegaskan penulisan mushaf dengan menambahkan
titik dan syakal akan mencegah terjadinya salah baca dan pengubahan al-Qur’an.
Pada
tahap selanjutnya tejadi penambahan disana sini, yaitu penulisan tanda pada tiap kepala surat,
peletakan tanda yang memisahkan ayat, pembagian al-Qur’an menjadi juz, lalu dibagi lagi menjadi ahzab
(kelompok ayat) lalu dibagi lagi menjadi arba’ (penempatan) semua ditandai
dengan isyarat khusus.
Sebelum
ditemukan mesin cetak, Al Qur’an disalin dan
diperbanyak dari Mushaf Utsmani dengan cara tulisan tangan. Keadaan ini
berlangsung sampai abad ke16 M. Ketika Eropa menemukan mesin cetak yang dapat
digerakkan (dipisah-pisahkan) dicetaklah Al-Qur’an untuk pertama kali di
Hamburg, Jerman pada tahun 1694 M.
Mushaf
Al Qur’an yang pertama kali dicetak oleh
kalangan umat Islam sendiri adalah mushaf edisi Maulaya
Usman yang dicetak pada tahun 1787 dan diterbitkan di St. Pitersburg Rusia.
Kemudian
diikuti oleh percetakan lainnya, seperti di
Kazan pada tahun 1828, Persia Iran tahun 1838 dan Istambul tahun 1877. Mulai Abad ke-20, pencetakan Al Qur’an dilakukan umat Islam sendiri. Pencetakannya mendapat pengawasan ketat dari para Ulama untuk menghindari timbulnya kesalahan cetak.
Kazan pada tahun 1828, Persia Iran tahun 1838 dan Istambul tahun 1877. Mulai Abad ke-20, pencetakan Al Qur’an dilakukan umat Islam sendiri. Pencetakannya mendapat pengawasan ketat dari para Ulama untuk menghindari timbulnya kesalahan cetak.
Cetakan
Al Qur’an yang banyak dipergunakan di dunia
Islam adalah cetakan Mesir yang juga dikenal dengan edisi Raja Fuad karena
dialah yang memprakarsainya. Edisi ini ditulis berdasarkan Qiraat Ashim riwayat
Hafs dan pertama kali diterbitkan di Kairo pada tahun 1344 H/ 1925 M.
Selanjutnya, pada tahun 1947 M untuk pertama kalinya Al Qur’an
dicetak dengan tekhnik cetak offset yang canggih dan dengan memakai huruf-huruf
yang indah. Pencetakan ini dilakukan di Turki atas prakarsa seorang ahli
kaligrafi turki yang terkemuka Said Nursi.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dari penjelasan dalam makalah ini, kita dapat mengambil
kesimpulan bahwa proses penghimpunan Al-Qur’an terjadi dalam empat tahap yaitu:
a. Pemeliharaan pada masa Nabi SAW
Proses penghimpuanan pada masa ini lebih menekankan pada
hafalan, tetapi juga ditulis walaupun
masih berserakan
¨ Tujuannya yaitu untuk memelihara dan menambah keyakinan
terhadapkemurnian Al-Qur’an
b. Pada Masa Abu Bakar
Proses penghimpunan Al-Qur’an dilakukan dengan cara
memindah dan menulis di dalam sahifah-sahifah ayat demi ayat.
¨ Tujuannya yaitu untuk mendokumentasikan karena khawatir
akan hilang karena banyak sahabat yang hafal al-Qur’an meninggal di medan
perang.
c. Pada masa Usman
Kegiatan penyalinan apa yang ada pada sahifah-sahifah itu
menjadi mushaf untuk dikirrim ke berbagai daerah islam, dan ayat dan suratnya
sudah urut.
¨ Tujuannya yaitu untuk mencegah pertikaian diantara kaum
muslimin karena perbedaan cara membaca.
d. Pada masa setelah Usman
Pasca sahabat pemeliharaan al-Qur’an dilakukan pada masa
khalifah Abdul Malik sampai abad ke 3 H. Dengan menyempurnakan tulisan
Al-Qur’an dengan memberi tanda syakal dan titik, dan Al-Qur’an pun mulai dicetak. Sehingga
berbentuk seperti Al-Qur’an yang sekarang kita punya.
2.
Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami susun, dan kami
menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, maka dari itu saran dan kritik yang
membangun sangat kami harapkan.
Semoga makalah ini dapat berguna untuk kita semua aamiin.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Manna’ Khalil al-qattan,
Mabahits fi ulum al-Qur’an (cet:I; Riyadh: Mansurat al-Asr al-Hadis, t.th.),
hal.118-119
copi paste ah, ge ono tugase
BalasHapusah dasar eluuu
BalasHapus