MAKALAH USHUL
FIQH & FIQH
“MAJELIS TARJIH”
Dosen pengampu
Dr. Ahmad Arifi
Oleh:
1.
Ganjar
2.
Yerdaniati Putri S (12470075)
3.
Imro’atul Karimah (12470059)
Prodi
Kependidikan Islam
Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan
UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta
2012
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrokhim
puja dan puji syukur marilah senantiasa kita limpahkan kepada Allah SWT karena
hanya dengan hidayah dan inayah-Nya kita masih diberi kesehatan dan kesempatan,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Berikut ini, penulis persembahkan sebuah makalah yang
berjudul “MAJELIS TARJIH” Penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca semua, terutama bagi penulis sendiri.
Kepada pembaca yang budiman, jika
terdapat kekurangan atau kekeliruan dalam makalah ini, penulis mohon maaf,
karena penulis sendiri dalam tahap belajar. Dengan demikian, tak lupa penulis
ucapkan terimakasih kepada para pembaca. Semoga Allah SWT memberkahi makalah
ini sehingga benar-benar bermanfaat.
Yogyakarta,
Desember 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Hal.
KATA PENGANTAR....................................................................... 2
DAFTAR ISI..................................................................................... 3
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG............................................................ 4
B.RUMUSAN
MASALAH....................................................... 4
C.TUJUAN................................................................................. 4
BAB II
PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN
MAJELIS TARJIH...................................... 5
B.SEJARAH
MAJELIS TARJIH.............................................. 6
C.PROSES
PENETAPAN HUKUM......................................... 8
D.TUGAS DAN
FUNGSI MAJELIS TARJIH......................... 11
E.APLIKASI
MANHAJ TARJIH............................................. 13
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN.......................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................ 17
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Allah
SWT memberikan akal kepada manusia agar mereka mampu dan dapat membedakan mana
yang baik dan mana yang benar, dalam bertindak, bertingkah laku, berbuat
ataupun bekerja. Oleh karena itu banyak kalangan cendekiawan muslim yang
merintis gerakan-gerakan perubahan melalui Organisasi masyarakat salah
satunya “ Majelis Tarjih Muhammadiyah”
Diera
modern ini, memang sangat dibutuhkan sebuah majelis istinbat yang nantinya bisa
menaungi masyarakat luas, baik dalam menentukan hukum, norma, serta pengambilan
kebijakan. Sehingga tema ini sangat tepat sekali untuk kita kaji bersama.
B.
RUMUSAN MASALAH
a) Bagaimana
latar belakang munculnya majelis tarjih?
b) Bagaimana
proses penetapan hukum dalam majelis tarjih?
c) Bagaimana
tugas, fungsi dan kedudukan majelis tarjih?
C.
TUJUAN
a) Ingin
mengetahui latar belakang munculnya majelis tarjih muhammadiyah
b) Ingin
memahami dan mengetahui proses penetapan hukum dalam majelis tarjih?
c) Ingin
mengetahui tugas, fungsi dan kedudukan majelis tarjih?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
Secara
etimologi tarjih berasal dari kata “rojjaha – yurajjihu – tarjihan” berarti
mengambil sesuatu yang lebih kuat. Jadi secara bahasa tarjih adalah cara
pengambilan sesuatu dengan membandingkan antara dua hal yang bertentangan dan
mengambil sesuatu yang lebih kuat.
Secara terminologi ulama memiliki
perbedaan pendapat mengenai pengertian tarjih.
Menurut ulama hanafiyah tarjih adalah membuktikan adanya tambahan bobot pada salah
satu dari dua dalil yang bersamaan, dimana dalil tambahan itu tidak berdiri
sendiri. Tidak berdiri sendiri maksudnya dalil pendukung itu tidak terpisah dari
dalil yang saling bertentangan, karena apabila ada dalil lain yang berdiri
sendiri, berarti dapat dipakai untuk
menetapkan hukum.
Sedangkan
menurut jumhur ulama tarjih adalah
menguatkan salah satu indikator dalil yang zhanni (relatif) atas yang lainnya untuk
diamalkan. Jumhur ulama membatasi dalil yg bersifat zhanni karena masalah
tarjih tidak termasuk dlm persoalan-persoalan yang pasti dan tidak juga antara
yang zhanni dan qathi’.
Menurut ahli ushul fiqh tarjih adalah usaha yang
dilakukan oleh mujtahid untuk mengemukakan satu antara dua jalan (dua dalil)
yang saling bertentangan, karena mempunyai kelebihan yang lebih kuat dari yang
lainnya.
Jadi majlis
tarjih dapat didefinisikan sebagai suatu lembaga hukum dalam persyarikatan
Muhammadiyah yang mempunyai peranan sebagai lembaga yang membidangi
masalah-masalah keagamaan, khususnya hukum fiqh.
Dalam lingkungan Muhammadiyah pengertian tarjih telah mengalami pergeseran
makna dari makna asli dalam disiplin usul fikih. Dalam Muhammadiyah dengan
tarjih tidak hanya diartikan kegiatan sekedar kuat-menguatkan suatu pendapat yang
sudah ada, melainkan jauh lebih luas sehingga identik atau paling tidak hampir
identik dengan kata ijtihad itu sendiri. Dalam lingkungan Muhammadiyah tarjih
diartikan sebagai “setiap aktifitas intelektual untuk merespons realitas sosial
dan kemanusiaan dari sudut pandang agama Islam, khususnya dari sudut pandang
norma-norma syariah.” Oleh karena itu bertarjih artinya sama atau hampir sama
dengan melakukan ijtihad mengenai suatu masalah dilihat dari perspektif agama
Islam.
B. SEJARAH MAJELIS TARJIH
1.
Pembentukannya
Majelis Tarjih Muhammadiyah lahir dalam kongres ke-16 tahun 1997 di
Pekalongan, atas usul KH Mas Mansur yang menjabat sebagai konsul Muhammadiyah
Surabaya. Beliau mengusulkan agar dalam persyarikatan itu diadakan Majlis Tasyri’,
Majlis Tanfidz dan Majlis Taftisy.
Dalam kongres Pekalongan itu, usul
pembentukan ketiga majlis tersebut di atas diterima secara aklamasi oleh para
peserta, dengan mengganti istilah Majlis Tasyri’ menjadi Majlis Tajrih, dan sejak
itulah berdirinya Majlis Tajrih.
Untuk melengkapi kepengurusan dan
pembuatan rancangan qaidahnya, dibentuk sebuah komisi yang beranggotakan tujuh
orang ulama, yaitu :
1. K.H. Mas Mansur, Surabaya
2. A.R. Sultan Mansur, Maninjau
(Sumatra Barat)
3. H. Mochtar, Yogyakarta.
4. H.A. Mukti, Kudus
5. Kartosudharmo, Betawi
6. M. Kusni
7. M. Junus Anis, Yogyakarta.
Hasil pekerjaan komisi ini dibawa ke dalam
kongres berikutnya, yaitu kongres ke-17 tahun 1928 di Yogyakarta. Kongres
tersebut mengesahkan Qaidah Majlis Tarjih dan membentuk susunan pengurusnya
yang pertama dengan :
1. K.H Mas Mansur, sebagai ketua;
2. K.H.R. Hajid, sebagai Wakil
Ketua;
3. H.M. Aslam Zainuddin, sebagai
Sekretaris;
4. H. Jazari Hisyam sebagai Wakil
Sekretaris;
5. K.H. Badawi, K.H. Hanad, K.H.
Washil, K.H. Fadlil dan lain-lain, kesemuanya sebagai anggota.
Secara formal, Majlis Tarjih itu terbentuk
pada tahun 1928 di Jogjakarta.
2.
Faktor-Faktor yang melatarbelakangi
munculnya Majelis Tarjih
Ada dua faktor yang melatarbelakangi
munculnya Majelis Tarjih yaitu faktor Intern dan faktor ekstern.
Ø Faktor Intern
Yang dimaksud dengan faktor intern ialah
keadaan yang berkembang dalam tubuh Muhammadiyah sendiri, yaitu hal-hal yang
timbul sebagai akibat dari perluasan dan kemajuan yang dicapai oleh
persyarikatan ini.
Perkembangan Muhammadiyah begitu pesat dan
cepat, baik di bidang perluasan organisasi kurang dari 15 tahun Muhammadiyah
telah berkembang di berbagai tempat di luar Jawa. Seiring dengan perluasan
organisasi yang menyedot banyak anggota itu, aktivitas sosial dan amal usaha
Muhammadiyah juga meningkat secara hebat dan berhasil, terutama di bidang
pendidikan, penyantunan dan pelayanan sosial, dakwah dan lain-lain aktivitas.
Pengelolaan anggota yang banyak dan amal usaha yang
besar ini, menguras energi pimpinan sedemikian rupa, sehingga akibatnya adalah
melemahnya kemampuan kontrol pimpinan terhadap sinkronisasi penyelenggaraan
amal usaha itu dengan asas yang melandasi perjuangan Muhammadiyah, yaitu Islam,
dalam kemurniannya sebagai yang dituntunkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Keadaan
seperti ini menuntut adanya pembidangan pembangunan risalah. Untuk membidangi
masalah agama yang memberi haluan bagi perjuangan Muhammadiyah, diciptakanlah
Majlis Tarjih.
Ø Faktor Ekstern
Yang dimaksud dengan faktor ekstern adalah
perkembangan-perkembangan yang terjadi pada umat Islam umumnya di luar
Muhammadiyah, yang dalam hal ini adalah perselisihan paham mengenai
masalah-masalah furu’ fiqhiyah, yang biasanya dinamai masalah khilafiyah.
Perselisihan dan pertentangan-pertentangan itu
mengancam keutuhan Muhammadiyah, sehingga mendorong pembentukan Majlis Tarjih
yang ditugasi antara lain untuk menyelidiki berbagai macam pendapat itu, untuk
diambil yang paling kuat dalilnya, guna menjadi pegangan anggota-anggota
Muhammadiyah, dan dengan demikian perselisihan-perselisihan yang dapat memecah-belah
umat Islam dalam sejarah itu, dapat dihindarkan dalam Muhammadiyah.
C. PROSES
PENETAPAN HUKUM DALAM MAJELIS TARJIH MUHAMMADIYAH
Metode-metode yang
melandasi kegiatan tarjih dinamakan manhaj tarjih (metodologi tarjih). Metodologi
tarjih memuat unsur-unsur yang meliputi wawasan/semangat, sumber, pendekatan,
dan prosedur-prosedur tehnis (metode). Tarjih sebagai kegiatan intelektual
untuk merespons berbagai persoalan dari sudut pandang syariah tidak sekedar
bertumpu pada sejumlah prosedur tehnis, melainkan juga dilandasi oleh
semangat pemahaman agama yang menjadi karakteristik pemikiran Islam
Muhammadiyah.
Sumber-sumber
pengambilan norma agama, adalah al-Quran dan as-Sunnah yang ditegaskan dalam
sejumlah dokumen resmi Muhammadiyah. Mengenai hadis (sunnah) yang dapat menjadi
hujah adalah sunnah makbulah, yaitu sunnah yang dapat diterima sebagai hujah
agama, baik berupa hadis sahih dan maupun hadis hasan.
Dalam proses penetapan fatwa, Muhammadiyah
menggunakan metode Ijtihad. Yaitu, mencurahkan segenap
kemampuan berfikir dalam menggali dan merumuskan syar’i yang bersifat Zanni
dengan menggunakan metode tertetentu yang dilakukan oleh yang berkompeten baik
secara metodologis maupun permasalahan. Ijtihad bukan sebagai sumber hukum melainkan
sebagai metode penetapan hukum, sedangkan fungsi ijtihad adalah sebagai metode
untuk merumuskan ketetapan-ketetapan hukum yang belum terumuskan dalam
Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
Muhammadiyah dalam Ijtihad menggunakan
tiga jalur yaitu:
a)
Al-Ijtihad Bayani,
(semantik), yaitu
metode yang menggunakan pendekatan kebahasaan.
b)
Tahlili
(rasionalistik), yaitu metode pendekatan dengan jalan rasionalitik atau
penalaran.
c)
Al-Ijtihad Al-Istislahli
(filosofis), yakni menyelesaikan hukum baru yang tidak terdapat dalam dua
sumber pokok Al-Qur’an dan Hadist. Dengan cara penalaran dengan memperhatikan
nilai-nilai maslahat.
Ta’arudh Al-Adillah adalah
pertentangan beberapa dalil yang masing-masing menunjukkan ketentuan hukum yang
berbeda.
Jika terjadi ta’arudh al-adhilah maka
penyelelesain yang dilakukan oleh Majelis Tarjih dengan urutan cara-cara
sebagai berikut:
a)
Al-Jam’u wa al-taufiq, yakni
sikap menerima semua dalil yang walaupun dhairnya ta’arudh. Sedangkan pada
dataran pelaksanaan diberi kebebasan untuk memilihnya (tahyir).
b)
Al-Tarjih, yakni memilih dalil yang
lebih kuat untuk diamalkan dan meninggalkan dalil yang lebih lemah.
c)
Al-Naskh, yakni mengamalkan dalil
yang munculnya lebih akhir.
d) Al-Tawaqquf,
yakni menghentikan penelitian terhadap dalil yang dipakai dengan cara mencari
dalil baru.
Pendekatan
yang digunakan dalam menetapkan hukum-hukum ijtihadiyah adalah:
a)
Al-Tafsir al-ijtima’i al-ma’asir
(hermeneutik)
b)
Al-Tarikhiyyah (historis)
c)
Al-Susiulujiyah (sosiologis)
d)
Al-Antrufulujiyah (antropologis)
Pentarjihan
terhadap nash dapat dilihat dari beberapa segi yaitu:
a)
Sanad
-
Menguatkan salah
satu nash dari segi sanadnya
Yaitu menguatkan
hadits yang sanadnya lebih banyak dari pada yang sanadnya sedikit.
-
Melihat riwayat
itu sendiri
Hadits mutawatir
dikuatkan dari hadits masyhur, hadits masyhur lebih didahulukan dari hadits
ahad.
- Menerima
hadits itu dari Rasulullah
Menguatkan dengan hadits yang langsung
didengar dari Rasulullah saw.
b)
Segi matan
-
Teks yang
mengandung larangan lebih didahulukan dari pada teks yang mengandung perintah,
karena menolak kemudaratan lebih didahulukan dari mengambil manfaat.
-
Teks yang
mengandung perintah lebih didahulukan dari pada yang menunjukkan kebolehan
saja, karena dengan melakukan perintah, hukum bolehnya telah terbawa sekaligus.
-
Makna hakikat lebih
didahulukan dari makna majaznya, karena makna hakikat tidak memerlukan indikasi
lain untuk menguatkan.
c)
Segi Materi hukum
-
Salah 1 hukum teks mengandung
bahaya, sedang teks yang lain menyatakan kebolehan, teks yang mengandung bahaya
lebih didahulukan
-
Teks yang sifatnya meniadakan
lebih didahulukan dari teks yang sifatnya menetapkan
-
Teks yang bertentangan itu
mengandung hukum yang menghindarkan terpidana dari hukuman, sedang yang lain
mewajibkan hukuman terhadap terpidana, maka yang mengandung hukum yang menghindarkan
itu yang didahulukan.
-
Teks yang mengandung hukuman yang
ringan didahulukan dari yang mengandung hukuman yang berat
d)
Segi Eksternal
-
Mendahulukan dalil yang mendapat
dukungan dari dalil yang lain
-
Mendahulukan salah satu dalil yang
sesuai dengan amalan penduduk madinah / khulafaur rasyidin
-
Dikuatkan nash yang menyebutkan
‘Illat hukumnya dari nash yang tidak menyebutkan ‘illat nya.
-
Menguatkan dalil yang
kandungannya menuntut sikap waspada
-
Mendahulukan nash yang dibarengi
dengan perkataan dan perbuatan dari perawinya
D.
TUGAS DAN FUNGSI MAJELIS TARJIH
Adapun tugas dari Majlis Tarjih ialah
sebagaimana disebutkan dalam pasal 8 SK. PP Muhammadiyah No.: 5/PP/1974 adalah
sebagai berikut:
a.
Meneliti Hukum Islam untuk mendapatkan
kemurniannya.
b.
Memberi bahan dan pertimbangan kepada
Pimpinan Persyarikatan guna menentukan kebijaksanan dan menjalankan pimpinan
serta memimpin pelaksanaan ajaran dan hukum Islam kepada anggota.
c.
Mendampingi Pimpinan Persyarikatan dalam
memimpin anggota dalam melaksanakan ajaran dan hukum islam.
Adapun tugas yang lain dari Majlis Tarjih
adalah:
- Ketua Majlis Tarjih atau
anggota Majlis Tarjih yang diberi kuasa olehnya wajib menghadiri
rapat-rapat/sidang-sidang Pimpinan Persyarikatan tingkat yang bersangkutan.
(Pasal 5 ayat 6 Qaidah Lajnah Tarjih Muhammadiyah).
- Setiap akhir tahun harus
membuat laporan tentang kegiatannya dan hasil kerjanya yang disampaikan kepada:
a. Pimpinan Persyarikatan tingkat
yang bersangkutan.
b. Anggota Majlis Tarjih (Pasal 5
ayat 7 Qaidah Lajnah Tarjih Muhammadiyah pasal 11 SK PP. Muhammadiyah No.: 5/PP/74).
Dalam melaksanakan tugasnya, Majlis Tarjih
dilengkapi dengan seksi-seksi, yaitu:
Seksi Umum, Seksi Hukum, Seksi Falak dan Seksi Perpustakaan.
Fungsi majelis tarjih yaitu mengeluarkan
fatwa atau memastikan hukum tentang masalah-masalah tertentu. Masalah itu tidak
perlu semata-mata terletak pada bidang agama dalam arti sempit, tetapi mungkin
juga terletak pada masalah yang dalam arti biasa tidak terletak dalam bidang
agama, tetapi pendapat apapun juga haruslah dengan sendirinya didasarkan atas
syari’ah, yaitu Qur’an dan Hadits, yang dalam proses pengambilan hukumnya
didasarkan pada ilmu ushul fiqh.
VISI dan MISI MAJELIS TARJIH
Visi
Tertatanya
manajemen dan jaringan guna meningkatkan efektifitas kinerja Majelis menuju
gerakan tarjih dan tajdid yang lebih maju, profesional, modern, dan otoritatif
sebagai landasan yang kokoh bagi peningkatan kualitas Persyarikatan dan amal
usaha.
Misi
1)
Mewujudkan
landasan kerja Majelis yang mampu memberikan ruang gerakyang dinamis dan
berwawasan ke depan.
2)
Revitalisasi
peran dan fungsi seluruh sumber daya majelis
3)
Mendorong
lahirnya ulama tarjih yang terorganisasi dalam sebuah institusi yang lebih
memadai.
4)
Membangun model
jaringan kemitraan yang mendukung terwujudnya gerakan tarjih dan tajdid yang
lebih maju, profesional, modern, dan otoritatif
5)
Menyelenggarakan
kajian terhadap norma-norma Islam guna mendapatkan kemurniannya, dan menemukan
substansinya agar didapatkan pemahaman baru sesuai dengan dinamika perkembangan
zaman.
6)
Menggaali dan
mengembangkan nilai-nilai Islam, serta menyebarluaskannya melalui berbagai
sarana publikasi.
E. APLIKASI
MANHAJ TARJIH MUHAMMADIYAH DALAM
PENETAPAN HUKUM
Beberapa keputusan hasil muktamar
majelis tarjih, antara lain:
Nama putusan Tahun
Kitab iman 1929
Kitab Thaharah 1933
Kitab Shalat 1929
Kitab Jama`an dan
Jum`ah 1956
Kitab Zakat 1950
Kitab Shiyam 1939
Kitab Hajji 1953
Kitab Janazah 1936
Kitab Wakaf 1953
Sedangkan beberapa keputusan yang dihasilkan
oleh majlis tarjih, antara lain:
a) Penetapan
awal Ramadhan dan syawal.
b) Tuntunan
idul adha.
c) Keputusan
pengharaman rokok
d) Upacara
tahlilan dll.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Majlis
tarjih merupakan lembaga hukum dalam persyarikatan Muhammadiyah yang mempunyai
peranan sebagai lembaga yang membidangi masalah-masalah keagamaan, khususnya
hukum fiqh.
2.
Majelis Tarjih
Muhammadiyah lahir dalam kongres ke-16 tahun 1997 di Pekalongan, atas usul KH
Mas Mansur yang menjabat sebagai konsul Muhammadiyah Surabaya. Yang diteriama
secara aklamasi oleh peserta kongres. Secara formal, Majlis Tarjih itu terbentuk
pada tahun 1928 di Jogjakarta.
3.
Faktor-faktor yang melatar belakangi
munculnya majelis tarjih itu ada dua yaitu:
Ø Faktor Intern
Yang dimaksud dengan faktor intern ialah
keadaan yang berkembang dalam tubuh Muhammadiyah sendiri, yaitu hal-hal yang
timbul sebagai akibat dari perluasan dan kemajuan yang dicapai oleh
persyarikatan ini.
Ø Faktor Ekstern
Yang dimaksud dengan faktor ekstern adalah
perkembangan-perkembangan yang terjadi pada umat Islam umumnya di luar Muhammadiyah,
yang dalam hal ini adalah perselisihan paham mengenai masalah-masalah furu’
fiqhiyah, yang biasanya dinamai masalah khilafiyah.
4.
Dalam proses penetapan
fatwa, Muhammadiyah menggunakan metode Ijtihad. Yaitu, mencurahkan
segenap kemampuan berfikir dalam menggali dan merumuskan syar’i yang bersifat
Zanni dengan menggunakan metode tertetentu yang dilakukan oleh yang berkompeten
baik secara metodologis maupun permasalahan.
5. Muhammadiyah
dalam Ijtihad menggunakan tiga jalur yaitu:
a) Bayani,
(semantik), yaitu pendekatan kebahasaan.
b) Tahlili
(rasionalistik), yaitu pendekatan penalaran.
c) Al-Istislahli
(filosofis), yakni menyelesaikan hukum baru dengan cara penalaran dengan
memperhatikan nilai-nilai maslahat.
Ø Jika
terjadi ta’arudh al-adhilah maka penyelesaian yang dilakukan oleh Majelis
Tarjih dengan urutan cara-cara sebagai berikut:
a)
Al-Jam’u wa al-taufiq, yakni
sikap menerima semua dalil yang ada.
b)
Al-Tarjih, yakni memilih dalil yang lebih kuat.
c)
Al-Naskh, yakni mengamalkan dalil
yang munculnya lebih akhir.
d) Al-Tawaqquf,
yakni mencari dalil baru.
Ø
Pendekatan yang digunakan dalam
menetapkan hukum-hukum ijtihadiyah adalah:
a)
Al-Tafsir al-ijtima’i al-ma’asir
(hermeneutik)
b)
Al-Tarikhiyyah (historis)
c)
Al-Susiulujiyah (sosiologis)
d) Al-Antrufulujiyah
(antropologis)
Ø Pentarjihan
terhadap nash dapat dilihat dari beberapa segi yaitu:
a)
Segi Sanad
b)
Segi Matan
c)
Segi Materi hukum
d)
Segi Eksternal
6. Tugas
Majelis Tarjih Muhammadiyah adalah:
a.
Meneliti Hukum Islam untuk mendapatkan
kemurniannya.
b.
Memberi bahan dan pertimbangan kepada
Pimpinan Persyarikatan guna menentukan kebijaksanan dan menjalankan pimpinan
serta memimpin pelaksanaan ajaran dan hukum Islam kepada anggota.
c.
Mendampingi Pimpinan Persyarikatan dalam
memimpin anggota dalam melaksanakan ajaran dan hukum islam.
Ø Fungsi
majelis tarjih yaitu mengeluarkan fatwa atau memastikan hukum tentang
masalah-masalah tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Haroen Nasrun, M.A,
Ushul Fiqh, Ciputat: Logos Publishing House, 1996.
http://tarjihbms.wordpress.com
.
Komentar
Posting Komentar